Jumat, 23 November 2012
Cob22 > Home > >
0
1.1 Latar
Belakang
Undang – Undang
nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan
daerah, memperlihatkan adanya upaya untuk memperkuat struktur keuangan daerah
yang dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan daerah dalam mengurus rumah
tangganya sendiri. Pengaturan pembagian keuangan antara pusat dan daerah dalam
pemerintahan yang terdesentralisasi akan menimbulkan masalah bagi harmonisasi
hubungan pemerintah pusat dan daerah, apabila tidak diatur secara jelas dan
adil.
Untuk mewujudkan
otonomi di daerah, kemampuan keuangan daerah merupakan salah satu faktor
penting karena sesuai dengan azas Desentralisasi daerah Kabupaten dan Kota
sebagai daerah otonom berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Dengan demikian peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) akan sangat menentukan sekali tingkat kemandirian
suatu daerah, karena pada hakekatnya otonomi daerah itu adalah kemandirian.
Secara makro, pelaksanaan
desentralisasi fiskal telah membawa perubahan – perubahan yang cukup nyata pada
pola hubungan antara anggaran pemerintah pusat dan daerah.
Secara umum
terlihat bahwa desentralisasi membawa peningkatan pada
(pengeluaran/ belanja) pemerintah daerah
sementara (pendapatan) justru menunjukkan penurunan.
Hal ini
menunjukkan bahwa makin banyak tanggung-jawab diberikan kepada daerah sementara
kemampuan pemerintah daerah untuk memperoleh pendapatan justru relatif menurun.
Fenomena ini terjadi karena pajak-pajak yang dipegang oleh pemerintah daerah
atau kota adalah relatif pajak-pajak yang bersifat elastis terhadap tarif pajak
(besaran tarif pajak relatif tidak terlalu besar).
Kesenjangan
antara penerimaan dan pengeluaran inilah yang ditutup oleh pemerintah pusat
melalui ketentuan bagi hasil dan DAU. Relatif kecilnya PAD terhadap total
penerimaan di sebagian besar daerah menyebabkan daerah berlomba-lomba untuk
meningkatkan PAD, baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi. Hal ini
seringkali terjadi karena banyak daerah atau kota yang menganggap bahwa PAD
merupakan suatu ukuran kemandirian suatu daerah.
Secara umum,
peluang untuk melakukan intensifikasi pajak masih dimungkinkan karena masih
banyak terjadinya (penghindaran terhadap kewajiban mebayar pajak), kelemahan
pada pemerintah daerah atau kota dalam menghitung potensi pajaknya, maupun
rigiditas penentuan tarif pajak. Sementara itu sejumlah daerah juga
berlomba-lomba untuk meningkatkan PAD melalui upaya ekstensifikasi pajak.
Upaya ini
apabila tidak dilakukan secara cermat akan justru menimbulkan distorsi
(kesenjangan) terhadap pasar serta menciptakan disinsentif bagi iklim usaha dan
investasi. Oleh karena itu, upaya demikian dikhawatirkan justru menciptakan
antara tujuan jangka pendek (meningkatkan penerimaan melalui peningkatan PAD
sebanyak-banyaknya) dan tujuan jangka panjang (meningkatkan penerimaan melalui
peningkatan PDRB karena munculnya berbagai kegiatan investasi dan kegiatan
usaha di daerah).
Ciri utama yang
menunjukkan daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan
daerahnya. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk
menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan
sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan
daerahnya (Koswara, 2000 : 5) dan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam
pelaksanaan otonomi daerah adalah faktor keuangan yang baik (Kahu, 2001;61).
Istilah keuangan disini mengandung arti bahwa setiap hak yang berhubungan
dengan masalah uang, antara lain berupa sumber pendapatan, jumlah uang yang
cukup dan pengelolaan keuangan yang sesuai dengan tujuan dan peraturan yang
berlaku.
Sebagaimana
tertuang dalam Rencana Strategis Kota Tanjungpinang bahwa kebijaksanaan di
bidang Keuangan Daerah, ditujukan kepada peningkatan peranan potensi Daerah
Kota Tanjungpinang menjadi kekuatan inti dalam proses pembangunan daerah.
Terlaksananya
efesiensi pembiayaan dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah
serta mantapnya
Manajemen Keuangan Daerah, dapat diartikan bahwa :
1. Peningkatan
potensi daerah Kota Tanjungpinang menjadi potensi riil dalam proses
pembangunan
daerah, diharapkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) semakin
berkembang dan
hubungan yang serasi antara Keuangan Pusat dan Daerah
senantiasa tetap
terjamin.
2. Pengupayaan
terwujudnya efesiensi pembiayaan terutama yang bertalian dengan
penyelenggaraan
urusan rumah tangga daerah melalui peningkatan disiplin anggaran
dalam rangka
penghematan pengeluaran daerah.
3. Pemantapan
manajemen keuangan daerah melalui peningkatan mutu kemampuan
aparatur serta
menyempurnakan organisasi dan tata kerjanya, dengan upaya menyediakan sarana
yang diperlukan. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tanjungpinang
melalui berbagai upaya berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, seperti
usaha intensifikasi serta penggunaan sistem dan metode kerja yang tepat dengan
diimbangi upaya penyediaan tenaga yang cukup memadai, baik mutu maupun
jumlahnya.
Sebagai unsur
pelaksana urusan otonomi daerah bidang pendapatan, Dinas Pendapatan Kota
Tanjungpinang mempunyai tugas pokok utama untuk melakukan pungutan, pengumpulan
dan pemasukan pendapatan daerah baik terhadap sumbersumber pendapatan daerah
yang telah ada maupun menggali sumber-sumber baru.
Sehubungan
dengan fungsi Dinas Pendapatan Kota Tanjungpinang sebagai koordinator dalam
pelaksanaan pungutan lain yang sah yang menjadi hak tagih dari Pemerintah Kota
Tanjungpinang dengan cara memintakan laporan/data serta mengadakan evaluasi
terhadap kegiatan dan usaha-usaha dinas/instansi yang mengelola pungutan
daerah, mengadakan pembahasan serta merencanakan usaha dan tindakan yang lebih
efektif dalam rangka peningkatan Pendapatan Daerah.
Dikeluarkannya
Undang – Undang Nomer 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
yang kemudian dirubah dengan Undang – Undang Nomer 34 tahun 2000 dan Peraturan
Pemerintah nomer 65 dan 66 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, membawa banyak
perubahan mendasar yang terjadi baik dari segi tata cara pengenaan, perlakuan,
dihapuskannya dan ditambahkannya beberapa pungutan Pajak dan Retribusi dari
Sumber - sumber penerimaan asli daerah serta adanya
perubahan objek dan subjek pajak tentu menambah permasalahan bagi kabupaten /
kota yang ada di Propinsi Kepulauan Riau.
Membahas
perkembangan kontribusi pajak hotel terhadap PAD Kota Tanjungpinang tidak
lengkap hanya melihat trend penerimaan dari masa pajak atau tahun pajak
berjalan, tapi juga harus menelaah sumber potensi pajak hotel dan restoran itu
sendiri.
Berdasarkan
pengamatan di lapangan, realisasi pajak hotel dan restoran sebagaimana yang
tercantum dalam Tabel 1.1 belum menunjukkan realisasi yang sesungguhnya jika
dilihat dari potensi yang ada. Realisasi penerimaannya masih memungkinkan untuk
ditingkatkan lagi dengan catatan perlu upaya intensifikasi baik melalui proses
pemungutan, pembinaan wajib pajak, penegakan peraturan dan pengawasan serta
perbaikan kinerja pelayanan dan pemungutan Pajak Hotel.
Upayaupaya tersebut dapat dilaksanakan dengan
meningkatkan sumber daya yang ada di
Dinas Pendapatan
Kota Tanjungpinang sebagai pengelola pajak hotel, baik sumber daya
manusianya,
maupun fasilitas pendukung kegiatannya.
Dengan demikian,
Dinas Pendapatan Kota Tanjungpinang sebagai pemungut Pajak Hotel menghadapi
tantangan bagaimana meningkatkan penerimaan, karena pajak hotel merupakan
penyumbang pajak terbesar (primadona) diantara penerimaan pajakpajak daerah
lainnya.
Untuk itu Dinas
Pendapatan Kota Tanjungpinang dituntut untuk melakukan upaya langkah-langkah
guna meningkatkan / intensifikasi pajak hotel, agar penerimaan dari pajak hotel
memiliki effectiveness yang cukup tinggi.
Seperti
diketahui keberadaan hotel memiliki potensi yang sangat besar bagitumbuhnya
aktifitas – aktifitas lainnya seperti pariwisata, perdagangan dan Jasa.
(aktifitas yang saling berkait) yang
sangat banyak dari keberadaanfasilitas hotel harus dapat dilihat sebagai
potensi untuk mengembangkan aktifitas perkotaan secara keseluruhan. Artinya
mekanisme peningkatan penerimaan pajak hotel harus dapat diatur sedemikian rupa
sehingga dapat mendorong semakin tumbuh dan berkembangnya kualitas maupun
kuantitas (meskipun harus tetap dikendalikan) hotel yang ada di Kota
Tanjungpinang, sehingga dapat mendukung nya.
Memperhatikan
fenomena di atas, menarik kiranya untuk dilakukan studi yangmengarah pada
intensifikasi pajak hotel di Kota Tanjungpinang.
1.2 Rumusan
Permasalahan
Dari uraian
latar belakang di atas, terlihat terdapat beberapa permasalahan terkait dengan
pelaksanaan pungutan pajak hotel di Kota Tanjungpinang, beberapa permasalahan
tersebut adalah :
• Kelemahan
pemerintah daerah dalam menghitung potensi Pajak Hotel.
• Rendahnya
pencapaian target PAD, baik pemungutan maupunkeefektifitasannya.
• Proses
pemungutan, pembinaan wajib pajak, penegakan peraturan dan pengawasan perbaikan
kinerja pelayanan dan pemungutan yang masih kurang maksimal Potensi pajak hotel
yang sangat besar di Kota Tanjungpinang, belum dapat maksimal didapatkan oleh
pemerintah kota, baru sekitar 55% yang memberikan kontribusi pada PAD. Oleh
sebab itu diperlukan sebuah penelitian dengan tema intensifikasi pajak hotel
Kota Tanjungpinang. Hal ini sangat relevan mengingat Kota Tanjungpinang sebagai
daerah otonom, dan kota jasa perdagangan serta pariwisata dituntut untuk
menggali secara optimal atas potensi pajak hotel tersebut.
1.3 Tujuan penelitian
Sesuai dengan
rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan
peranan pajak daerah, melalui pengembangan pariwisata dapat ditingkatkan dan
dapat disusun program rencana tindak (action plan) peningkatan penawaran pajak
hotel di Kota Tanjungpinang.
Sedangkan
sasaran yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
• Menghitung
potensi aktual penerimaan pajak hotel untuk dipungut melalui intensifikasi guna
meningkatkan PAD Kota Tanjungpinang.
• Mengkaji
kemampuan Dinas Pendapatan Kota dalam menggali sumber potensimelalui sektor
pajak hotel dalam melaksanakan peningkatan penerimaan pajakhotel melalui
intensifikasi terkait dengan pengembangan aktifitas di Kota Tanjungpinang
• Mengkaji
pengembangan sector pariwisata sebagai pemacu pengembangan wilayah Kota
Tanjungpinang
• Meningkatkan
intensifikasi pajak hotel di Kota Tanjungpinang dalam bentuk program rencana
tindak peningkatan penerimaan pajak hotel.
• Merekomendasikan
pelaksanaan program rencana tindak penerimaan pajak
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “ ”
Posting Komentar